Indahnya Cinta di atas Cinta
“Para pecinta sejati tidak suka berjanji. Tetapi ketika
mereka memutuskan untuk mencintai, mereka akan segera membuat rencana untuk
memberi. (Anis Matta)
Umar Bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah yang sangat
zuhud dan hati-hati. Tidak banyak orang yang tahu bahwa sebelumnya beliau
adalah seorang pemuda yang sangat glamour dan hidup dalam kemewahan. Saking
mewahnya, setiap baju mewah yang pernah dipakainya tidak akan dipakai lagi. Ia
menganggap baju yang sudah pernah
dipakainya sudah using.
Umar Bin Abdul Aziz juga memperhatikan penampilannya. Umar
bin Abdul Aziz di zaman dulu tidak kalah dengan David Beckham yang selalu
menghabiskan waktu dua jam untuk berdandan. Cucu Umr bin Khattab ini selalu
memakai minyak wangi yang baunya sangat
wangi. Bahkan aroma wanginya sudah tercium dari jarak beberapa meter. Bahkan
para pelayannyaa selalu antre di tempat penyucian bajunya untuk mengambil air
bekas pembilasan bajunya.
Rupanya Allah menghendaki kebaikan kepada Umar bin Abdul
Aziz, cucu Umar bin Khattab. Perubahan drastic terjadi dalam hidupnya. Pernah
suatu ketika beliau menaruh rasa cinta yang sangat besar kepada seorang gadis
cantic jelita bernama Fatimah. Namun pada waktu itu sang istri tidak
mengizinkannya untuk berpologami dengan Fatimah. Rasa cinta Umar Bin Abdul Aziz
tidak terbendungkan.
Namun begitu ia menjadi seorang khalifah, tiba-tiba
kendaraan spiritualnya justru tumbuh mendadak pada detik inaugurasi-nya. Umar
Bin Abdul Aziz pun bertaubat. Semenjak itulah ia bertekad untuk berubah dan
mengubah dinasti Bani Umayyah. Namun Umar memulai perubahan besar di dalam
dirinya.
Keinginan Umar Bin Abdul Aziz bukanlah impian yang
menyenangkan. Rintangan demi rintangan datang menghampirinya, cobaan demi
cobaan mengoyak keteguhan tekadnya. Cobaan pertama justru datang dari istrinya.
Sebuah cobaan yang sangat menyenangkan dari sisi luarnya. Pada waktu itu sang
istri membawa Fatimah, gadis idamannya dan menawarkan kepada Umar Bin Abdul
Aziz untuk dinikahi. Istrinya hanya ingin memberikan dukungan moril kepada
suaminya.
Saat itu merupakan saat terindah dalam hidup Umar Bin Abdul
Aziz, sekaligus saat paling mengharu biru. Kenangan romantika sebelum saat
perubahan bangkit kembali dan menyalakan api cinta yang dulu pernah membakar
segenap jiwanya. Cinta dan cita bertemu dan bertarung.
Apa salahnya Umar menikahi gadis itu ? Tidak ada ! Tapi,
“Tidak ! ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak mengubah diri saya
kalua masih harus kembali ke dunia perasaan semacam ini,” Kata Umar Bin Abdul
Aziz. Cinta yang terbelah dan tersublimasi di antara kesadaran psiko-spiritual, berujung dengan
keagungan.
Umar Bin Abdul Aziz memenangkan cinta yang lain, karena
memang ada cinta di atas cinta ! Akhirnya, ia menikahkan gadis cantic yang
bernama Fatimah itu dengan pemuda lain.
Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum
meninggalkan Umar Bin Abdul Aziz, gadis itu bertanya dengan sendu, “ Umar, dulu
kamu sangat mencintaiku, tapi kemanakah cinta itu sekarang ? “ Umar bergetat
haru, namun kemudian menjawab, “ Cinta itu masih ada, bahkan kini rasnya cinta
itu jauh lebih dalam, tapi aku tidak ingin kembali ke dunia perasaan seperti
ini. Aku ingin berubah…”
Keindahan cunta memang selalu merasuk ke dalam jiwa. Bahkan
cinta yang terbungkus hawa nafsu akan semakin Nampak indah dan nikmat.
Kenikmatan cinta yang hakiki akan terasa jika diperolah dengan jalan yang
halal. Cinta memanglah kebutuhan manusia. Namun cinta juga bisa menghancurkan
manusia. Cinta akan memperindah kehidupan, tetapi tak jarang, cinta membuat
seseorang terlilit luka lara, dan berperilaku hina. Cinta yang berkah adalah
cinta yang dibalut dengan perasaan takut kepada Allah. Cinta yang hina adalah
cinta yang hanya dibalut dengan nafsu semata. Banyak remaja sekarang yang
mengatasnamakan hubungan yang dijalaninya adalah cinta. Tapi sebenarnya itulah
cinta yang tak terarah dan tidak terkendali. Cinta yang seharusnya pada hal-hal
positif justru diletakkan pada hal-hal yang negative. Memang wajar, seorang
lelaki mencintai perempuan, maupun sebaliknya. Namun penyaluran cinta bukanlah
dengan hawa nafsu. Cinta yang sesungguhnya ada dalam pernikahan. Cinta yang
dibungkus dengan ilmu dan pemahaman yang benar akan menghatarkan sesorang ke jalan
yang bahagia.
Umar Bin Abdul Aziz mengajari kita untuk menahan diri dari
cinta yang bersifat rendahan. Jika ada cinta lain yang lebih agung, mengapa
harus memilih cinta yang murahan. Umar Bin Abdul Aziz memang cinta pada
Fatimah. Namun ketika Umar Bin Abdul Aziz memulai titik perubahannya, dia
menemukan cinta yang lebih agung dari sebelumnya. Yaitu cinta kepada Allah,
cinta dengan mengikuti perintahnya dan menjauhi larangan-Nya.
Umar Bin Abdul Aziz dulu dia berbuat keliru. Dan ketika
menemukan cahaya perubahan, dia tidak menyia-nyiakannya. Cinta Umar kepada
Allah merupakan cinta yang hakiki dan dikenang hingga akhir zaman.
Begitulah, jika cinta dibungkus dengan bingkai syariat
islam, tidak aka rugi dan tidak akan membuat kita duka dan sengsara. Apakah
masih ada laki-laki seperti Umar Bin Abdul Aziz ? Wallahu A’lam bis Shawab.