Selasa, 29 November 2016

Indahnya Cinta di Atas Cinta



Indahnya Cinta di atas Cinta
“Para pecinta sejati tidak suka berjanji. Tetapi ketika mereka memutuskan untuk mencintai, mereka akan segera membuat rencana untuk memberi. (Anis Matta)

Umar Bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah yang sangat zuhud dan hati-hati. Tidak banyak orang yang tahu bahwa sebelumnya beliau adalah seorang pemuda yang sangat glamour dan hidup dalam kemewahan. Saking mewahnya, setiap baju mewah yang pernah dipakainya tidak akan dipakai lagi. Ia menganggap baju yang sudah pernah  dipakainya sudah using.
Umar Bin Abdul Aziz juga memperhatikan penampilannya. Umar bin Abdul Aziz di zaman dulu tidak kalah dengan David Beckham yang selalu menghabiskan waktu dua jam untuk berdandan. Cucu Umr bin Khattab ini selalu memakai minyak wangi yang  baunya sangat wangi. Bahkan aroma wanginya sudah tercium dari jarak beberapa meter. Bahkan para pelayannyaa selalu antre di tempat penyucian bajunya untuk mengambil air bekas pembilasan bajunya.
Rupanya Allah menghendaki kebaikan kepada Umar bin Abdul Aziz, cucu Umar bin Khattab. Perubahan drastic terjadi dalam hidupnya. Pernah suatu ketika beliau menaruh rasa cinta yang sangat besar kepada seorang gadis cantic jelita bernama Fatimah. Namun pada waktu itu sang istri tidak mengizinkannya untuk berpologami dengan Fatimah. Rasa cinta Umar Bin Abdul Aziz tidak terbendungkan.
Namun begitu ia menjadi seorang khalifah, tiba-tiba kendaraan spiritualnya justru tumbuh mendadak pada detik inaugurasi-nya. Umar Bin Abdul Aziz pun bertaubat. Semenjak itulah ia bertekad untuk berubah dan mengubah dinasti Bani Umayyah. Namun Umar memulai perubahan besar di dalam dirinya.
Keinginan Umar Bin Abdul Aziz bukanlah impian yang menyenangkan. Rintangan demi rintangan datang menghampirinya, cobaan demi cobaan mengoyak keteguhan tekadnya. Cobaan pertama justru datang dari istrinya. Sebuah cobaan yang sangat menyenangkan dari sisi luarnya. Pada waktu itu sang istri membawa Fatimah, gadis idamannya dan menawarkan kepada Umar Bin Abdul Aziz untuk dinikahi. Istrinya hanya ingin memberikan dukungan moril kepada suaminya.
Saat itu merupakan saat terindah dalam hidup Umar Bin Abdul Aziz, sekaligus saat paling mengharu biru. Kenangan romantika sebelum saat perubahan bangkit kembali dan menyalakan api cinta yang dulu pernah membakar segenap jiwanya. Cinta dan cita bertemu dan bertarung.
Apa salahnya Umar menikahi gadis itu ? Tidak ada ! Tapi, “Tidak ! ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak mengubah diri saya kalua masih harus kembali ke dunia perasaan semacam ini,” Kata Umar Bin Abdul Aziz. Cinta yang terbelah dan tersublimasi di antara  kesadaran psiko-spiritual, berujung dengan keagungan.
Umar Bin Abdul Aziz memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di atas cinta ! Akhirnya, ia menikahkan gadis cantic yang bernama Fatimah itu dengan pemuda lain.
Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan Umar Bin Abdul Aziz, gadis itu bertanya dengan sendu, “ Umar, dulu kamu sangat mencintaiku, tapi kemanakah cinta itu sekarang ? “ Umar bergetat haru, namun kemudian menjawab, “ Cinta itu masih ada, bahkan kini rasnya cinta itu jauh lebih dalam, tapi aku tidak ingin kembali ke dunia perasaan seperti ini. Aku ingin berubah…”

Keindahan cunta memang selalu merasuk ke dalam jiwa. Bahkan cinta yang terbungkus hawa nafsu akan semakin Nampak indah dan nikmat. Kenikmatan cinta yang hakiki akan terasa jika diperolah dengan jalan yang halal. Cinta memanglah kebutuhan manusia. Namun cinta juga bisa menghancurkan manusia. Cinta akan memperindah kehidupan, tetapi tak jarang, cinta membuat seseorang terlilit luka lara, dan berperilaku hina. Cinta yang berkah adalah cinta yang dibalut dengan perasaan takut kepada Allah. Cinta yang hina adalah cinta yang hanya dibalut dengan nafsu semata. Banyak remaja sekarang yang mengatasnamakan hubungan yang dijalaninya adalah cinta. Tapi sebenarnya itulah cinta yang tak terarah dan tidak terkendali. Cinta yang seharusnya pada hal-hal positif justru diletakkan pada hal-hal yang negative. Memang wajar, seorang lelaki mencintai perempuan, maupun sebaliknya. Namun penyaluran cinta bukanlah dengan hawa nafsu. Cinta yang sesungguhnya ada dalam pernikahan. Cinta yang dibungkus dengan ilmu dan pemahaman yang benar akan menghatarkan sesorang ke jalan yang bahagia.
Umar Bin Abdul Aziz mengajari kita untuk menahan diri dari cinta yang bersifat rendahan. Jika ada cinta lain yang lebih agung, mengapa harus memilih cinta yang murahan. Umar Bin Abdul Aziz memang cinta pada Fatimah. Namun ketika Umar Bin Abdul Aziz memulai titik perubahannya, dia menemukan cinta yang lebih agung dari sebelumnya. Yaitu cinta kepada Allah, cinta dengan mengikuti perintahnya dan menjauhi larangan-Nya.
Umar Bin Abdul Aziz dulu dia berbuat keliru. Dan ketika menemukan cahaya perubahan, dia tidak menyia-nyiakannya. Cinta Umar kepada Allah merupakan cinta yang hakiki dan dikenang hingga akhir zaman. 



Begitulah, jika cinta dibungkus dengan bingkai syariat islam, tidak aka rugi dan tidak akan membuat kita duka dan sengsara. Apakah masih ada laki-laki seperti Umar Bin Abdul Aziz ? Wallahu A’lam bis Shawab.